Jumat, 21 Juni 2013

TATA KELOLA PERUSAHAAN (Corporate Governance)




1.         Pengertian Corporate Governance
Kata “governance” berasal dari bahasa Perancis gubernance” yang berarti pengendalian. Selanjutnya kata tersebut dipergunakan dalam konteks kegiatan perusahaan atau jenis organisasi yang lain, menjadi corporate governance. Dalam bahasa Indonesia corporate governance diterjemahkan sebagai tata kelola atau tata pemerintahan perusahaan.
            Mengacu  pada  pendapat  Cadbury  Committee  (1992)  pengertian corporate governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah,  karyawan,  masyarakat    serta  para  pemegang  kepentingan  intern dan  ekstern  lainnya  yang  berkaitan  dengan  hak-hak  dan  kewajiban  mereka, atau   dengan   kata   lain   suatu   sistem   yang   mengatur   dan   mengendalikan perusahaan.
            Forum for Corporate Governance in Indonesia (2000) mendefinisikan corporate  governance  sebagai  “...seperangkat  peraturan  yang  mengatur hubungan antara pemegang, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya  yang  berkaitan  dengan  hak-hak  dan  kewajiban  mereka  atau  dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan”.
            The Indonesian Institute For Corporate Governance (2000) mendefinisikan, “Corporate Governance sebagai proses dan struktur yang diterapkan dalam menjalankan perusahan, dengan tujuan utama meningkatkan nilai  pemegang  saham  dalam  jangka  panjang,  dengan  tetap  memperhatikan kepentingan stakeholders yang lain”.
            Gunasih, T. (2003) menyatakan, “Esensi corporate governance adalah peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau pemantauan kinerja manajemen  dan  adanya  akuntabilitas  manajemen  terhadap  pemangku kepentingan  lainnya,  berdasarkan  kerangka  aturan  dan  peraturan  berlaku”.

2.         Sudut Pandang (Perspektif) Corporate Governance
Mengacu pada pendapat Solomon dan Solomon (2004) perspektif corporate governance dapat dilihat dari 2 (dua) sudut pandang. Kedua sudut pandang tersebut, yaitu sudut pandang sempit (narrow view) dan luas (broad view).
Berdasarkan sudut pandang sempit, tata kelola perusahaan yang baik diartikan sebagai hubungan yang setara antara perusahaan dengan pemegang saham. Definisi ini ditunjukkan dalam teori keagenan (Agency Theory).
Teori keagenan menjelaskan bagaimana cara terbaik untuk mengatur hubungan-hubungan dimana satu pihak (pemilik) mendelegasikan tugas atau pekerjaan bagi pihak lain (agen atau dewan). Konsep pemisahan antara kepemilikan  (ownership)  para  pemegang  saham  dan  pengendalian  (control) para  manajemen  dalam  korporasi  muncul  karena  adanya  perbedaan kepentingan antara pemilik modal dengan manajemen sebagai pengelola dana (agen).
Para pemilik (stockholders) memilih dewan (komisaris) yang kemudian menggaji  manajemen  sebagai  agen  mereka  dalam  menjalankan aktivitas bisnis dari hari ke hari. Agency Theory ini juga timbul sebagai akibat para pemilik (stockholders) mengalami kesulitan untuk memverifikasi apa yang sesungguhnya sedang dikerjakan manajemen sebagai agen mereka.
Berdasarkan sudut pandang luas (broad view), tata kelola perusahaan yang baik merupakan a web of relationship, tidak hanya perusahaan dengan pemilik  atau  pemegang  saham,  tetapi  juga  antara  perusahaan  dengan  pihak petaruh (stakeholders) lain, yaitu karyawan, pelanggan, pemasok, bondholders, dan lainnya. Definisi ini ditunjukkan dalam Teori Stakeholders.
Mengacu  pada  pendapat  Donaldson  dan  Preston  (1995)  Teori Stakeholders  membedakan  dua  model  hubungan  stakeholders  dengan perusahaan, yaitu Model Input-Output dan Model Stakeholders. Pada Model Input-Output, investor, karyawan, dan pemasok dianggap sebagai input yang oleh   perusahaan   ditransformasi   ke   dalam   output   yang   didistribusikan
kepada pelanggan.
Model Stakeholders memperhatikan kepentingan seluruh stakeholders. Pernyataan ini sejalan dengan konsep tata kelola perusahaan yang menunjukkan bahwa    perusahaan    menciptakan    nilai    bagi    pemegang    saham    dengan
Menyeimbangkan kepentingan seluruh stakeholders. Lukviarman (2005) menyatakan,  “Dalam  perspektif  stakeholders,  keberadaan  perusahaan selayaknya mengacu kepada peningkatan kemakmuran berbagai pihak petaruh secara   lebih   luas”.   Perspektif   ini   memberikan   penekanan   kepada perlunya:
a.   Partisipasi stakeholders di dalam pengambilan keputusan perusahaan.
b.   Hubungan kontraktual jangka panjang antara perusahaan dengan stakeholders.
c.   Hubungan berbasis kepercayaan (trust relationship).
d.   Berjalannya etika bisnis menyangkut hubungan perusahaan dengan pihak lainnya.
Lukviarman (2005), menyatakan “Perspektif stakeholders memberikan implikasi bahwa manajemen harus mempertimbangkan stakeholders di dalam berbagai keputusan organisasi”.

3.         Tujuan dan Manfaat Good Corporate Governance
Mengacu kepada pendapat Daniri (2006) GCG mempunyai lima macam tujuan utama. Kelima tujuan utama tersebut adalah sebagai berikut:
a.   Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham.
b.  Melindungi hak dan kepentingan para anggota stakeholders non pemegang saham.
c.   Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham.
d.   Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja Dewan Pengurus atau Board of
      Directors dan manajemen perusahaan.
e. Meningkatkan mutu hubungan Board of Directors dengan manajemen senior perusahaan.

4.         Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Penerapan Good Corporate Governance
Mengacu pada pendapat Daniri (2006) ada dua faktor yang memegang peranan terhadap keberhasilan penerapan GCG, yaitu:
4.1  Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah berbagai faktor yang berasal dari luar perusahaan yang sangat    mempengaruhi    keberhasilan    penerapan    GCG.    Faktor eksternal tersebut diantaranya adalah:
a. Terdapatnya sistem hukum yang baik sehingga mampu menjamin berlakunya supremasi hukum yang konsisten dan efektif.
b. Adanya dukungan pelaksanaan GCG dari sektor publik / lembaga pemerintahan yang diharapkan dapat pula melaksanakan Good Governance dan Clean Goverment menuju Good Goverment Governance yang sebenarnya.
c.  Terdapatnya contoh pelaksanaan GCG yang tepat (best practices) yang dapat menjadi standar pelaksanaan GCG yang efektif dan profesional. Dengan kata lain, semacam benchmark (acuan), terbangunnya sistem tata nilai sosial yang mendukung penerapan GCG di masyarakat.
4.2   Faktor Internal
Faktor  internal  adalah  pendorong  keberhasilan  pelaksanaan  praktik  GCG
yang berasal dari dalam perusahaan. Faktor internal tersebut diantaranya adalah:
a. Terdapatnya budaya perusahaan (corporate culture) yang mendukung penerapan GCG dalam mekanisme serta sistem kerja manajemen di perusahaan.
b. Adanya berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan perusahaan mengacu pada penerapan nilai-nilai GCG.
      c. Adanya  manajemen  pengendalian  resiko  perusahaan  juga  didasarkan pada kaidah-kaidah standar GCG.
d. Terdapatnya sistem audit (pemeriksaan) yang efektif dalam perusahaan untuk menghindari setiap penyimpangan yang mungkin akan terjadi.
e.   Adanya  keterbukaan  informasi  bagi  publik  untuk  mampu  memahami setiap   gerak   dan   langkah   manajemen   dalam   perusahaan   sehingga kalangan publik dapat memahami dan mengikuti setiap derap langkah perkembangan dan dinamika perusahaan dari waktu ke waktu.
Di luar dua faktor di atas, aspek lain yang paling strategis dalam mendukung penerapan GCG secara efektif adalah kualitas, skill, kredibilitas, dan integritas berbagai pihak yang menggerakkan perusahaan.