1. Pengertian Corporate Governance
Kata “governance” berasal dari bahasa
Perancis “gubernance” yang
berarti pengendalian. Selanjutnya kata tersebut dipergunakan dalam konteks kegiatan perusahaan atau jenis organisasi yang lain, menjadi corporate governance. Dalam bahasa Indonesia corporate governance diterjemahkan
sebagai tata kelola atau tata
pemerintahan perusahaan.
Mengacu pada
pendapat Cadbury Committee
(1992) pengertian corporate
governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, masyarakat serta para pemegang
kepentingan
intern
dan ekstern lainnya
yang berkaitan dengan
hak-hak dan kewajiban
mereka, atau dengan
kata
lain
suatu
sistem
yang mengatur dan mengendalikan
perusahaan.
Forum for Corporate
Governance in Indonesia (2000) mendefinisikan
corporate governance sebagai “...seperangkat peraturan yang
mengatur hubungan antara pemegang, pengurus (pengelola) perusahaan,
pihak kreditur, pemerintah, karyawan,
serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang
berkaitan
dengan
hak-hak dan
kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan”.
The Indonesian
Institute For Corporate Governance (2000) mendefinisikan, “Corporate Governance sebagai
proses dan struktur yang diterapkan dalam menjalankan perusahan, dengan tujuan utama meningkatkan
nilai pemegang
saham
dalam
jangka
panjang,
dengan
tetap
memperhatikan
kepentingan stakeholders yang lain”.
Gunasih, T. (2003) menyatakan,
“Esensi corporate governance adalah
peningkatan kinerja perusahaan melalui
supervisi atau pemantauan kinerja manajemen
dan adanya akuntabilitas
manajemen terhadap
pemangku kepentingan lainnya,
berdasarkan
kerangka aturan dan peraturan
berlaku”.
2. Sudut Pandang (Perspektif) Corporate
Governance
Mengacu pada pendapat Solomon dan Solomon (2004) perspektif corporate governance dapat
dilihat dari 2 (dua) sudut pandang.
Kedua sudut pandang tersebut, yaitu sudut pandang
sempit (narrow view) dan luas (broad view).
Berdasarkan sudut pandang sempit,
tata kelola perusahaan yang baik diartikan sebagai hubungan yang setara antara perusahaan dengan pemegang
saham. Definisi ini ditunjukkan dalam teori keagenan (Agency Theory).
Teori keagenan menjelaskan
bagaimana cara terbaik untuk mengatur hubungan-hubungan dimana satu
pihak (pemilik) mendelegasikan tugas atau pekerjaan bagi pihak lain (agen atau dewan). Konsep pemisahan antara kepemilikan (ownership) para pemegang saham dan pengendalian (control) para manajemen
dalam korporasi
muncul karena adanya perbedaan
kepentingan antara pemilik modal dengan manajemen sebagai pengelola dana (agen).
Para
pemilik (stockholders) memilih
dewan (komisaris) yang
kemudian menggaji manajemen
sebagai
agen
mereka dalam menjalankan
aktivitas bisnis dari hari ke hari. Agency
Theory ini juga timbul sebagai
akibat para pemilik (stockholders) mengalami
kesulitan untuk memverifikasi
apa
yang sesungguhnya sedang dikerjakan manajemen
sebagai agen mereka.
Berdasarkan sudut pandang
luas (broad view),
tata kelola perusahaan yang baik merupakan a web of relationship, tidak hanya perusahaan dengan pemilik atau pemegang
saham, tetapi juga antara
perusahaan
dengan
pihak
petaruh (stakeholders) lain, yaitu karyawan,
pelanggan, pemasok, bondholders,
dan lainnya. Definisi ini ditunjukkan dalam Teori Stakeholders.
Mengacu pada pendapat
Donaldson
dan
Preston
(1995)
Teori
Stakeholders membedakan
dua
model hubungan stakeholders dengan perusahaan, yaitu Model Input-Output dan Model Stakeholders. Pada Model Input-Output, investor, karyawan, dan pemasok dianggap sebagai
input yang oleh perusahaan ditransformasi ke dalam
output yang didistribusikan
kepada pelanggan.
Model Stakeholders memperhatikan kepentingan seluruh stakeholders. Pernyataan ini sejalan dengan
konsep tata kelola perusahaan yang menunjukkan bahwa perusahaan menciptakan nilai
bagi
pemegang saham
dengan
Menyeimbangkan kepentingan seluruh stakeholders. Lukviarman (2005) menyatakan, “Dalam perspektif stakeholders, keberadaan perusahaan
selayaknya mengacu kepada peningkatan kemakmuran
berbagai pihak petaruh secara lebih
luas”. Perspektif ini memberikan penekanan kepada perlunya:
a. Partisipasi stakeholders di dalam pengambilan
keputusan perusahaan.
b. Hubungan
kontraktual jangka panjang antara perusahaan dengan stakeholders.
c. Hubungan berbasis kepercayaan (trust
relationship).
d. Berjalannya
etika bisnis menyangkut hubungan perusahaan
dengan pihak lainnya.
Lukviarman (2005),
menyatakan “Perspektif stakeholders memberikan implikasi bahwa manajemen harus mempertimbangkan stakeholders di dalam berbagai keputusan organisasi”.
3. Tujuan dan Manfaat Good Corporate
Governance
Mengacu kepada pendapat Daniri (2006) GCG mempunyai lima
macam
tujuan utama. Kelima tujuan utama tersebut adalah sebagai berikut:
a. Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham.
b. Melindungi
hak dan kepentingan para anggota stakeholders non pemegang saham.
c. Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham.
d. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja Dewan Pengurus
atau Board of
Directors dan manajemen perusahaan.
e.
Meningkatkan mutu hubungan Board of
Directors dengan manajemen senior perusahaan.
4. Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan
Penerapan Good Corporate Governance
Mengacu pada pendapat Daniri (2006) ada dua faktor yang memegang
peranan terhadap keberhasilan
penerapan GCG, yaitu:
4.1 Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah berbagai faktor yang berasal dari luar perusahaan yang sangat
mempengaruhi keberhasilan
penerapan GCG. Faktor eksternal tersebut diantaranya adalah:
a. Terdapatnya sistem hukum yang baik sehingga mampu menjamin
berlakunya supremasi hukum yang konsisten dan efektif.
b. Adanya dukungan pelaksanaan GCG dari sektor publik / lembaga pemerintahan yang diharapkan
dapat pula melaksanakan Good Governance dan Clean Goverment menuju Good Goverment
Governance yang sebenarnya.
c. Terdapatnya
contoh pelaksanaan GCG yang tepat (best practices) yang dapat menjadi standar pelaksanaan GCG
yang efektif dan profesional.
Dengan kata lain, semacam benchmark (acuan), terbangunnya sistem tata nilai sosial yang mendukung penerapan GCG di masyarakat.
4.2 Faktor Internal
Faktor
internal
adalah
pendorong
keberhasilan
pelaksanaan
praktik
GCG
yang berasal dari dalam perusahaan. Faktor internal tersebut diantaranya adalah:
a.
Terdapatnya budaya perusahaan (corporate
culture) yang mendukung penerapan GCG dalam mekanisme serta sistem kerja manajemen di perusahaan.
b. Adanya
berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan perusahaan mengacu pada
penerapan nilai-nilai GCG.
c. Adanya manajemen pengendalian resiko perusahaan
juga
didasarkan
pada kaidah-kaidah standar GCG.
d. Terdapatnya sistem
audit (pemeriksaan) yang efektif dalam perusahaan untuk menghindari setiap penyimpangan yang mungkin akan terjadi.
e. Adanya
keterbukaan informasi bagi
publik untuk mampu
memahami
setiap gerak
dan
langkah
manajemen dalam
perusahaan sehingga
kalangan publik dapat memahami dan mengikuti setiap derap langkah perkembangan dan dinamika perusahaan dari waktu ke waktu.
Di luar dua faktor di atas, aspek lain yang
paling strategis dalam
mendukung penerapan GCG secara
efektif adalah kualitas, skill, kredibilitas, dan integritas berbagai pihak yang menggerakkan
perusahaan.